Wednesday, November 1, 2017

Mendol Kesukaan

Saya yakin salah satu diantara pembaca ada yang suka bahkan cinta banget dengan lauk yang bernama mendol, khas pulau Jawa ini.  Kalaupun ngga ada yang mengaku... hihi..
Saya bisa tunjuk pecinta mendol yang sudah menemani saya di lebih dari setengah usianya, my hubby..
Kiss dulu dong... ups sensor yah?

Yaa.. suamiku merasa jadi raja dirumahnya, emm... yang saya maksud dirumah mertua saya bila ibu memasak mendol.
Tetapi dia bisa juga menjadi raja bila sedang dirumah mertuanya, hihi... maksudnya dirumah ibu saya, karena dia adalah menantu kesayangan. Kalau ini beda masakan, orem-orem..

Kembali ke mendol,  sebutan lauk berbahan dasar tempe. Masyarakat Jawa Timur tidak semua menamainya begitu. Ada juga yang menyebutnya menjeng, dikota Mojokerto tempat kelahiran saya.

Baiklah, apapun namanya, saya menggunakan lauk mendol sebagai perumpamaan diri dalam menyikapi kehidupan sehari-hari. Yang sering dan selalu saya tularkan pada anak-anak saya.
Kenapa sih saya mesti cari perumpamaan dari mendol?
Memang bukan tanpa alasan, karena ini memang yang semestinya terjadi.

Mendol dibuat dari tempe. Sebagian orang menyukai mendol berbahan tempe masem atau tempe basi alias yang sudah menginap (difermentasi). Kalau saya kurang begitu suka, jadi saya bikin dari tempe yang masih bagus. Dan tentu sebuah tempe tidak akan jadi kalau tidak dengan kedelai yang bagus dan pengerjaan yang baik.

Mula-mula membuat racikan bumbu yang dihaluskan terlebih dahulu, kemudian tempe ditumbuk dihancurkan dan diaduk-aduk bersama bumbu hingga merata, lalu sembari dibentuk, tempe yang sudah hancur itu dikepal-kepal diremas agar menyatu.

Uniknya, tempe yang sudah dihancurkan  menjadi mendol, pada saat menggoreng malahan perlu berhati-hati dengan perlakuan lembut,
hihi.. karena bila tidak, mendol akan hancur lagi dan tak berbentuk cantik.




Perumpamaan itulah yang saya bagikan untuk anak-anak saya.
Dulu ketika mereka masih balita, saya sering memperhatikan mereka bermain dengan teman-temannya, sekarang juga masih ding.. hehe

Seringkali balita tetangga ingin menang sendiri, atau merebut mainan anak saya. Saya peluk dan bisikan untuk mengalah, dan memimjamkan apa yang temannya mau.
Sebagai contoh lain, ketika balita saya keningnya kejedut meja, sebisa mungkin ditenangkan dengan tidak menyalahkan si meja yang memang tidak bersalah... agar anak tidak ikut-ikutan menyalahkan.

Semakin sering anak-anak mendapatkan tekanan dan gesekan, mudah-mudahan menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, dan dapat mengatasi segala tantangan dengan pikiran jernih.

Layaknya mendol, kami berasal dari keluarga harmonis, demokratis, tidak terlalu banyak teoritis, dan cenderung praktis.

Everything happen for a reason..


No comments:

Post a Comment